Sebuah stasiun televisi sempat mewawancarai ibunda Susno Duadji sebelum memulai persidangan pada Rabu (29/9). Dari pengakuannya, ibunda Susno Duadji sangat sedih dengan kondisi carut marut masalah yang membelit anaknya. Susno Duadji, sesuai pengakuan ibundanya, merupakan anak yang sangat baik di mata keluarga.
Lantas doa sang ibunda pun keluar. “Saya berdoa mudah-mudahan Allah memberi jalan yang terbaik buat ananda. Sekarang ananda sedang diuji. Mudah-mudahan ananda diselamatkan Allah dan menjadi semakin beriman terhadap Allah. Mudah-mudahan Allah menyelesaikan semua masalah ini dengan baik,” ujar ibunda Susno Duadji.
Ibunda Susno Duadji tidak sedang membohongi publik tatkala mendaraskan doa untuk anaknya. Dari aura wajahnya, dia tidak sedang berkepentingan untuk menarik perhatian publik supaya merasa senasib sepenanggungan, bahkan mengharapkan dukungan atas penghakiman Susno Duadji. Ibunda Susno juga tidak sedang bertindak sebagai ‘penyapu halaman’ yang menjustifikasi keberadaan dan ucapannya untuk memberi citra positif terhadap Susno Duadji pada persidangan tersebut. Kehadirannya semata-mata untuk memberikan dukungan moril pada anaknya.
Kendati demikian, doa yang mengalir dari bibir ibunda Susno Duadji serentak mengalirkan gelombang besar terhadap sisi keberimanan dan moralitas bangsa ini. Ketakutannya terhadap Allah menunjukkan betapa dalamnya keberimanan dan moralitas ibunda Susno Duadji. Pada satu sisi, dalam pandangan keberimanan ibu, Susno saat ini sedang diuji. Ujian itu mesti dilalui Susno. Lantas, (mudah-mudahan) Susno menjadi semakin beriman terhadap Allah. Karena Allah akan menyelesaikan masalah ini dengan baik.
Allah seperti yang ditampilkan pada rangkaian doa ibunda Susno Duadji tidak lain adalah Allah yang mahakuasa, maha adil, dan maha baik. Kekuasannya yang maha besar itu seharusnya menisbikan semua kekuasaan lain, allah-allah lain, karena hanya satu Allah yang mahakuasa. Artinya, keberhalaan pada kekuasaan yang lain melampaui kekuasaan Allah merupakan perbuatan tercela, terutama ketika dengan sengaja dilakukan bertentangan dengan buah keberimanan dari ajaran dan perintah Allah.
Keberhalaan itu bisa muncul akibat manusia haus akan kekuasaan, materi, dan kehormatan sehingga kepatuhan dalam keberimanan yang mutlak dan satu-satunya dipasrahkan pada Allah yang mahakuasa itu akhirnya disingkirkan. Keberhalaan itu pun terang-terangan melawan kemahakuasaan Allah, karena mementingkan diri sendiri, kelompok, atau golongan demi kepentingan tertentu.
Ada rangkaian paralel antara Allah yang diimani Ibunda Susno Duadji sebagai Allah yang maha baik dengan sosok Susno Duadji di mata ibundanya. “Susno Duadji itu anak yang baik di mata keluarga.” Arti baik dalam kategori profil Susno yang diungkapkan ibundanya tidak lain bersumber pada keberimanan ibunda akan Allah yang maha baik. Artinya, Susno bukanlah kejelekan absolut, yang sejak awal adanya selalu menjadi biang kerok kejahatan. Susno itu baik, sudah pernah, sekarang, dan yakin akan baik di masa mendatang. Hidup dan kebaktian Susno, termasuk hati dan pikiran kemanusiawian Susno tidak semata-mata terdiri atas kejahatan.
Jika saat ini Susno tengah diadili, ibundanya menyakini bahwa Susno sedang diuji. (Mudah-mudahan) Susno semakin beriman dengan kejadian ini, karena Allah akan menyelesaikan masalah ini dengan baik.
Bagi ibu, Allah itu maha adil. Pengadilan Allah selalu bukan menghukum tetapi dalam arti diuji. Pengujian itu bermaksud menarik kembali sisi spiritual Susno supaya kembali beriman pada Allah. Dalam masa pengujian itu, Allah akan menunjukkan sifat-Nya yang maha adil dan memulihkan kembali citra dan kemakhlukan Susno. Karena itu, Susno diajak untuk keluar dari berhala, dari perhambaan pada allah-allah lain, untuk tunduk pasrah pada keberimanan pada Allah yang mahakuasa, mahabaik, dan maha adil tersebut.
Pengadilan manusia cenderung berlawanan dengan motivasi, keberimanan, dan moralitas ilahi. Pengadilan manusia sering menghadirkan stigma dan mematikan pucuk harapan manusia untuk bertumbuh kembali setelah berguguran. Pengadilan manusia mendakwa, memidanakan, menjatuhkan hukuman, dan memenjarakan. Sementara itu, pengadilan ilahi menobatkan untuk membebaskan. Pengadilan manusia memecat, sedangkan pengadilan ilahi menjadi manusia baru.
Harapan ibu, Susno bisa keluar dari pengadilan manusia melihat kejadian dirinya sebagai pengadilan moral, pengadilan ilahi. Dalam dirinya, Susno hanya perlu membebaskan prasangka sendiri sehingga pucuk harapan yang pernah hidup dan kini meredup layu, kembali menemukan tanah suburnya sehingga bertumbuh lagi menjadi manusia baru. Penjara manusia hanyalah jebakan dengan seutas tali pada leher. Tetapi, jika berhasil keluar dari prasangka penjara manusia itu, setiap orang yang terpenjara akan terlahir baru sebagai manusia yang bertunas.
Harapan ibu juga menjadi harapan semua orang. Sebenarnya. Karena semua orang tidak ingin dihakimi, dipenjara, melainkan dibebaskan dan memperoleh pertobatan.(*)